Teman=Buku "Sesekali Perlu di Baca Ulang"


Blitar, 28 Agustus 2023

Hari ini tanpa sengaja melihat notifikasi kenangan  dari FB yang menunjukkan foto 9 tahun silam. Foto yang memperlihatkan secuil pergumulan kami saat masih di fase putih abu-abu. Saat kelas XII, kami (siswa laki2 IPA 2 yang hanya berjumlah 8 orang) memutuskan membuat kegiatan anjangsana bermalam bergantian di masing-masing rumah kami.

Kegiatan tersebut berangkat dari hal yang sederhana, yaitu setidaknya kami ingin mempererat tali silaturahmi satu sama lain dengan saling mengetahui rumahnya. Sepertinya menjadi kurang afdol kalau sudah berteman lama tetapi tidak saling mengetahui rumah sesama teman. Dan kalau tidak dibuatkan kegiatan ini memang kemungkinan kita saling berkunjung juga sangat sedikit, karena jarak rumah antar kami bisa sampai 25km, terlebih sebagian dari kami ada yang mondok.

Namun pada kenyataannya, ketika kegiatan tersebut dijalankan. Belum pernah sekalipun kami dapat berkumpul semua sejumlah 8 orang. Selalu ada saja yang absen untuk datang karena kesibukan masing-masing. Terlepas dari itu, saya pribadi cukup bersyukur dan menikmati fase tersebut. Terlebih saat bersilaturahmi, selalu disambut dengan baik oleh keluarga masing-masing, dan setidaknya kami juga menjadi saling mengetahui lebih jauh hal-hal yang bisa melatarbelakangi sikap atau kepribadian sesama teman. Karena sering kali kita terlalu cepat memberikan label terhadap teman atas suatu hal tanpa mengetahui hal-hal yang mungkin dapat melatarbelakanginya.

Bermalam bersama untuk membahas tema nabi-nabi, rencana kuliah, maen game (porsi yang utama), kopi dan gorengan sudah lebih dari cukup waktu itu. Baru minggu paginya menyempatkan main ketempat wisata atau setidaknya menarik di dekat rumah yang saat itu di kunjungi. Seperti waktu di rumah pak ketua Zainul (sekarang berganti panggilan Zein biar lebih keren katanya) yang rumahnya Binangun dekat kali Brantas, ya cukup main di sekitarnya. Entah waktu itu apakah kami sampai mandi di sungai atau tidak sedikit lupa, seingat saya cuman nunut pipis saja. Sedangkan waktu di rumah saya, pagi-pagi sebelum jam 7 sudah berenang di pemandian Penataran dan waktu itu musim bediding jadi bisa dibayangkan bagaimana kondisi air pagi itu. Dan yang paling cukup memberikan bekas yaitu saat bermalam di rumah Muiz yang paginya pergi ke rambut Monte Krisik. Menjadi membekas karena di iringi insiden montor jungkel dan kaki nyium plonto tepi jalan yang sebenarnya tidak memiliki salah apapun. Bahkan tetap diam tanpa gerak ketika saya terjatuh dan mencoba untuk berdiri kembali.

Jika mengingat kembali fase itu, menjadi menarik dan ternyata tersimpan pelajaran yang cukup penting. Kami yang berdelapan orang ini sebenarnya saling berbeda-beda, baik kecakapan pengetahuan atau kecenderungan minat akan sesuatu. Menjadi menarik karena kita masih tetap bisa mendiskusikan banyak hal secara bersama. Bukan untuk mencari pemahaman siapa yang paling benar, tetapi untuk saling mengisi ketidaktahuan satu sama lain. Dan sebisa mungkin kita saling support agar semuanya berkembang bersama. Kalau mengutip dawuh Gus Baha, dunia ini menjadi menarik jika kita memang saling berbeda-beda, cukup berbeda saja jangan sampai saling bermusuhan. Karena perbedaan itu bagian dari Rahmatullah.

Semoga hal-hal baik terus menyertai kita semua, dan masih tetap dikasih kesempatan untuk saling mengunjungi satu sama lain. Bagiamana pun, teman itu seperti buku, sesekali harus dibaca (kunjungi) ulang agar kita tidak lupa isinya.

Related Posts:

0 Response to "Teman=Buku "Sesekali Perlu di Baca Ulang""

Post a Comment