Majelis Manaqib Al Khidmah: Coba-Coba yang Menjadi Candu

Majelis Manaqib Al Khidmah: Coba-Coba yang Menjadi Candu









Minggu 10 September 2023, untuk sekian kalinya menghadiri majelis Manaqib Al Khidmah. Kali ini majelis dilaksanakan di Pondok Pesantren Bustanul Muta'alimat Kota Blitar dalam rangka memperingati Haul Masyayikh Pondok. Pada majelis kali ini, untuk kedua kalinya dapat memandang wajah Gus Faiq (Muhammad Ayn El-Yaqien Al-Ishaqi) putra dari Murobbi Ruhina Hadhrotusy Syaikh KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi yang merupakan pendiri majelis Al Khidmah. Entahlah, setiap memandang wajah beliau, hati ini menjadi tenang. Memang benar dawuh guru-guru kalau berkumpul dengan orang-orang sholeh, maka hati akan menjadi tentram dan keruwetan-keruwetan permasalahan kita akan menjadi terurai.

Awal mula perkenalan saya dengan Majelis Manaqib Al Khidmah tidak terlepas dari peran ibuk. Beliau yang pertama kali mengajak untuk menghadiri majelis Manaqib Al Khidmah. Setelah lulus kuliah dan kembali ke Blitar, setiap ada Majelis Manaqib yang lokasinya dekat dari rumah, ibuk lebih memilih minta diantar dari pada ikut rombongan jamaah naik elf seperti biasanya saat rutinan jauh. Mungkin beliau memang sedikit sengaja agar anak laki-lakinya jadi pernah menghadiri majelis Manaqib, syukur-syukur kalau jadi suka dan istiqomah menghadiri. Dan alhamdulillah saat ini sudah di tahap menikmati setiap kehadiran di majelis Manaqib Al Khidmah. Dari yang awalnya coba-coba dan berusaha berbakti kepada ibuk setiap beliau meminta untuk di antar sampai akhirnya menjadi candu. Candu untuk hadir karena memang menyenangkan dan membuat hati menjadi tenang. Candu yang akan selalu disempatkan disaat waktunya memang memungkinkan. 

Memang benar, semuanya butuh proses dalam menuju hal baik. Diawal-awal mengikuti pun saya juga hanya sekedar hadir. Belum bisa mengikuti bacaan setiap bab dengan baik. Hanya merasa asyik ketika sudah pada tahap sholawatan berkumandang, karena sudah sedikit familiar. Bahkan pernah suatu saat, dari awal sampai di majelis lebih banyak tidurnya sampai akhir kegiatan, karena memang pada saat ini waktu kegiatan malam hari sekitar setelah isya' dan paginya sudah lelah di tempat kerja. Namun pelan-pelan terus berusaha memahami setiap alur kegiatannya sampai akhirnya bisa mengikuti kegiatan dengan baik dari awal sampai akhir.

Banyak pembelajaran disetiap majelis, diskusi, plus kejadian dalam sosial kehidupan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadikan saya merasa nyaman dan perlu untuk rutin mengikuti kegiatan Manaqib Al Khidmah. Dawuh guru, sebagai makhluk kita ini bisa dikatakan terbagi menjadi 2 yaitu badan jasmani dan badan rohani. Selama ini kita hanya terbiasa memberi makan badan jasmani karena memang indikatornya lebih mudah, yaitu kalau kita lapar atau lemas artinya kita butuh makan. Sedangkan asupan makanan untuk badan rohani masih sering kita abaikan. Padahal sebenarnya kita sudah sering mendapat notifikasi dalam diri kalau rohani butuh asupan, yaitu saat hati lelah, pikiran sumpek tidak jelas, muncul perasaan gelisah berlebih dan sebagainya. Adapun asupan rohani salah satunya saya temukan melalui kegiatan dzikir dan sholawat di majelis Manaqib Al Khidmah ini. Kalau dalam pujian Tombo Ati karya sunan Bonang ada 5 perkara yang bisa menjadi wasilah sebagai obatnya hati agar bisa mendapatkan ketenangan dalam menjalani kehidupan yaitu membaca Al-Quran, Shalat, Berkumpul dengan orang sholeh, puasa, dan berdzikir. Dari kelima hal tersebut, ketika mengikuti majelis Al Khidmah setidaknya saya melampaui 3 hal tombo ati, membaca Al Quran (pembacaan Tahlil Yasin), berkumpul dengan orang sholeh, dan dzikir bersama. 

Ketika kita menjalani takdir sosial setiap harinya pasti tidak luput dari melakukan kesalahan terhadap sesama. Terlebih bagi saya yang setiap hari harus berinteraksi dengan banyak orang saat berada di tempat kerja. Tentu tidak lepas dari perbuatan salah, berbuat dzolim baik kepada diri sendiri ataupun kepada yang lain. Interaksi-interaksi tersebut sangat menguras pikiran dan tenaga, terlebih ketika banyak permasalahan yang saya ketahui tetapi tidak semuanya mampu diatasi karena memang sebagai makhluk kemampuannya terbatas. Dan memang tidak semua hal dapat berjalan sesuai keinginan kita karena banyak hal yang terjadi diluar kontrol kita, atau jangan-jangan memang kita tidak memiliki kontrol apapun atas hidup, karena semuanya dapat berjalan memang karena Rahmat-Nya Allah kepada kita. Hal-hal permasalahan tersebut lah yang akhirnya sering kali membuat badan rohani kita lelah sehingga perlu asupan agar kembali fresh. Ibarat baju ketika kotor maka perlu di cuci, maka ketika rohani kita sudah jenuh, gelisah dan sifat sifat iri dengki atau semacannya muncul secara tidak langsung badan jasmani kita sedang kotor, sehingga perlu dilakukan pencucian ulang agar kembali bersih. Pada pengertian ini kegiatan majelis Manaqib Al Khidmah saya anggap sebagai mesin cuci raksasa yang merawat dan membersihkan seluruh rohani jamaahnya agar kembali bersih dan selalu ingat kepada-Nya.

Selain itu, saya mengikuti majelis Al Khidmah juga sebagai wujud ikhtiar agar dapat sambung rohaniah dengan kanjeng Nabi melalui guru-guru. Terutama melalui murobbi ruhina Hadhrotusy Syaikh KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi. Hal ini tidak lepas dari hadist Kanjeng Nabi yang menyebutkan bahwa sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan juga hadist nabi Kanjeng Nabi yang berbunyi: “Barang siapa mengunjungi orang alim, maka seolah-olah ia mengunjungiku. Barang siapa berjabat tangan dengan orang alim, maka seolah-olah ia berjabat tangan denganku. Barang siapa duduk berdampingan dengan orang alim, maka seolah-olah ia duduk berdampingan dengan denganku di dunia. Barang siapa duduk berdampingan denganku di dunia, maka ia akan duduk berdampingan denganku di hari kiamat".  Serta hadist Nabi yang menjelaskan bahwa di hari akhir nanti ketika masuk surga kita akan berkelompok-kelompok. Beberapa hadist tersebut yang akhirnya juga menjadikan saya merasa perlu mencari sandaran (sanad) dan memilih Majelis Al Khidmah agar diakui sebagai santri Hadrotus Syekh serta kelak dicari beliau di hari akhir. Bahkan pada Manaqib Bab 7, juga menceritakan bahwa Sultonul Auliyah Syech Abdul Qodir Jilani juga sempat berkata bahwa "tiada seorang muslim yang melewati pintu madrasahku melainkan Allah akan meringankan siksa yang menimpanya pada hari kiamat".

Lagi pula, sebenarnya ketika menghadiri suatu majelis apapun itu, hanya butuh waktu sekitar 3-4 jam saja. Jika di akumulasi dari waktu dalam seminggu, masih banyak waktu yang saya gunakan untuk hal-hal yang sifatnya sekedar senang sesaat. Terutama bermain platform media sosial, main game online ataupun lainnya yang tanpa terasa sering terjadi berjam-jam. 

Mengingat manfaat yang muncul dan pengorbanan waktu yang hanya sebentar dibanding waktu yang saya gunakan untuk hal lain, maka untuk saat ini saya merasa candu untuk menyempatkan diri menghadiri majelis Manaqib Al Khidmah. Dan semoga bisa istiqomah kedepannya. 





Related Posts:

1 Response to "Majelis Manaqib Al Khidmah: Coba-Coba yang Menjadi Candu"

  1. Siip, mas. Terus catatkan kisah njenengan, mungkin ini bisa menjadi inspirasi bagi liyan untuk nyedhak kekasih hati yaitu kanjeng Nabi SAW.

    ReplyDelete