Investasi: Siap Untung maka juga harus Siap Buntung
Blitar, 11 September 2022
Menyikapi boomingnya
konten investasi maupun literasi finansial lainnya saya pribadi merasa cukup
senang, karena bagaimanapun juga literasi finansial itu merupakan pengetahuan
dan keterampilan yang sangat penting untuk dimiliki setiap orang. Sedangkan
kondisi pemahaman masyarakat indonesia sejauh ini masih cukup rendah. Berdasarkan
hasil Survei Nasional yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2019 menunjukan indeks
literasi keuangan baru mencapai 38,08 persen (sumber: https://finansial.bisnis.com/read/20210928/90/1447954/tingkat-literasi-keuangan-masih-rendah-ojk-pasang-target-tinggi-pada-2024).
Bahkan saya pribadi awalnya memahami konsep finansial hanya sebatas uang itu
harus dikelola dengan baik agar tidak lebih besar pasak daripada
tiang. Namun setelah selama dua tahun terakhir sering membaca dan
mengikuti konten tentang literasi finansial serta investasi, alhamdulillah
sekarang konsep finansial yang saya pahami sudah berkembang dari sebelumya.
Berhubung cakupan
pembahasan literasi finansial itu sangat luas, maka untuk saat ini saya hanya
ingin membahas segi investasi saja dan pengalaman saya didalamnya. Seperti yang
kita ketahui bahwa selama dua tahun terakhir ini terutama saat pandemi, banyak
sekali media sosial yang kontennya membahas tentang pentingnya investasi. Investasi
menurut OJK yaitu penanaman modal, biasanya dalam jangka panjang untuk
pengadaan aktiva lengkap atau pembelian saham-saham dan surat berharga lain
untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan menurut Haming dan Basmalah menyebutkan,
investasi merupakan suatu pengeluaran yang digunakan untuk membeli jenis-jenis
aset misalnya tanah, kendaraan, rumah atau lainnya. Aset-aset tersebut berguna untuk
menambah penghasilan yang lebih besar di masa yang akan datang. Dari dua
pengertian tersebut dapat disimpulkan kalau kegiatan investasi merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dikemudian hari melalui instrument-instrument
usaha tertentu yang jenisnya saat ini sangat beragam. Instrumen investasi yang
paling sering disebut yaitu saham, reksadana, Dari dua jenis istrumen tersebut,
yang sudah pernah lakukan yaitu pada instrument saham.
Awal perkenalan saya dengan saham yaitu pada
tahun 2019, pada tahun itu saya merasa penting untuk punya pasif income untuk
masa depan. Karena tidak selamanya kita akan kuat melakukan pekerjaan yang
membutuhkan tenaga seiring dengan bertambahnya usia, sedangkan pengeluaran
untuk kebutuhan merupakan keniscayaan. Maka pada saat itu opsi saham menjadi
menarik bagi saya karena ketika kita investasi saham pada perusahan bagus dan
rutin bagi deviden akan ada dua keuntungan yang kita terima yaitu capital
gain (selisih harga beli dan jual) jika harga sahamnya terus naik
setiap tahun dan deviden (pembagian laba) yang biasanya dilakukan
setiap tahunnya. Dan akhirnya pada bulan Desember 2019 saya membuka akun RDN
(Rekening Dana Nasabah) di Sekuritas Indopremier sebagai Langkah awal
menyelami pasar modal saham.
Saham yang pertama saya beli yaitu saham dari
Unilever (UNVR) pada bulan Maret 2020, iya benar ada jeda 3 bulan dari awal
saya membuka akun RDN karena memang kemampuan menyisihkan untuk top up saldo
RDN hanya di kisaran 150-200 ribu setiap bulannya. Maka baru dibulan Maret
terbeli 1 Lot saham UNVR di harga 710.000 atau 7.100/lembar yang kemudian saya
jual pada tanggal 1 April di harga 7.400/lembar. Dari transaksi tersebut
capital gain yang saya dapat sebesar 4% atau 26.000 rupiah sudah terpotong fee
transaksi. Sebulan tidak melakukan apa-apa hanya menunggu harga naik dan
mendapat keuntungan 4% jelas membuat hati ini senang. Cita-cita membangun pasif
income terlihat begitu mudah, hahahaha . Jelas ini pandangan naif untuk seorang
pemula yang kebetulan langsung mendapat keuntungan. Setelah transaksi UNVR
tersebut kemudian berlanjutlah ke transaksi-transaki berbagai jenis saham saham
sampai saat ini.
Memang benar saat berinvestasi tujuan utama kita
adalah keuntungan, tetapi juga harus siap menanggung kerugian yang setiap saat
dapat menghampiri. Kenapa demikian, karena adakalanya harga saham yang awalnya
kita proyeksikan akan naik tinggi karena saat kita membeli kondisi
perusahaannya bagus tiba-tiba harganya bisa turun drastis karena berbagai sentiment
seperti halnya pandemi kemarin. Pada saat pandemi mulai meluas awal 2020 banyak
harga saham yang turun drastis termasuk saham-saham yang tergabung dalam IHSG
kita. Saat itu kegiatan ekonomi sangat dibatasi sehingga kegiatan usaha setiap perusahan
tidak bisa maksimal dalam mendapatkan keuntungan. Maka dengan adanya
ketidakpastian kondisi ekonomi saat pandemi dan kinerja perusahaan yang akan
cenderung menurun saat pandemic membuat pelaku invetasi saham bereaksi terhadap
pasar dengan menjual sahamnya secara masif dan membuat harga saham turun drastis.
Contohnya yaitu saham Bank BRI (BBRI) yang mengalami penuruhan harga cukup drastis
saat pandemi. Pada bulan Februari 2020 harganya masih 4.250/lembar dan hanya
dalam waktu satu bulan yaitu pada maret harganya sudah turun 38% di kisaran
harga 2.700/lembar.
Penurunan sekian persen dari contoh bank BBRI
jelas cukup banyak, maka dari itu saat investasi kita selalu di anjurkan
memakai uang dingin yang semisal kita mengalami kerugian tidak menggangu
kebutuhan primer kita karena masih memiliki uang tabungan atau dana darurat
yang lain. Maka dari itu selama ini uang yang saya gunakan untuk kegiatan transaksi
saham selalu di usahakan uang yang benar-benar diluar untuk kebutuhan. Dan
selama 2 tahun lebih melakukan transaksi saham saya pun juga sudah mengalami
sendiri hasil yang membawa untung maupun yang buntung. Total transaksi saya
tahun 2020 alhamdulillah berhasil net untung sebesar 460.000, tahun 2021 untung
778.000. Sedangkan tahun 2022 ini masih tanda tanya, karena sampai bulan September
ini floating loss sudah mencapai 1.200.000 dan floting profit baru 765.000
sehingga masih ada kerugian 435.000. Ya semoga saja transaksi dari September
sampai akhir tahun 2022 ini bisa menutupi sisa floting loss atau bahkan bisa berbalik
menjadi profit seperti tahun-tahun sebelumnya.
Dua mata pisau untung rugi dalam kegiatan
investasi ini tidak hanya terjadi di saham saja, melainkan di investasi sektor riil
pun juga bisa terjadi. Seperti cerita saya yang juga pernah mencoba investasi
di sektor peternakan. Pada Maret 2022 saya mencoba peruntungan usaha di ternak kambing,
yaitu dengan membeli 2 indukan yang sudah tahap hamil dengan harapan 4-5 bulan
kedepan bisa untung dari anak yang dilahirkan dua induk tersebut. Dan apesnya
pada bulan Mei 2022 di jawa timur tersebar wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) yang
menyerang ternak sapi dan kambing. Sedangkan pada pertengah bulan Juni kambing
saya yang sebetulnya sudah terlihat hamil besar dan sebentar lagi bisa
mendatangkan keuntungan ternyata juga terkena wabah PMK. Maka pada saat itu
untuk meminimalisisr kerugian yang lebih besar, kambing yang mulai menunjukkan
gejala PMK segera dijual dengan kondisi rugi kurang lebih 45% dari harga saat membelinya.
Cerita 2 tahun pengalaman
saya ingin membangun pasif income di atas jelas sangat penting bagi saya
pribadi, Karena bagaimanapun juga pengalaman yang sudah terjadi bisa menjadi
pondasi untuk kedepannya. Dan kalau mengutip salah satu point dari bukunya
Prof. Rhenald Kasali yang berjudul “Self Driving:Menjadi Driver atau
Passenger” maka yang perlu untuk saya lakukan yaitu “Memelihara
ketertarikan”. Bagaimanapun juga saya harus tetap memelihara
ketertarikan membangun sebuah usaha yang bisa menjadi pasif income kedepannya dalam
hal ini yang sedang saya jalani yaitu invetasi saham dengan konsekuensi harus
terus belajar.
0 Response to "Investasi: Siap Untung maka juga harus Siap Buntung"
Post a Comment