MATERI
KEBIJAKAN PUBLIK: Sekilas Tentang Tahapan-Tahapan Kebijakan Publik
Sumber Gambar: http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/08/02/tantangan-implementasi-kebijakan-publik-zaman-now
Secara bahasa
kebijakan publik terdiri dari dua kata yaitu “kebijakan” dan “publik”. Kata
kebijakan atau bisa disebut kebijaksanaan yang dalam KBBI memiliki arti
kepandaian menggunakan akal budinya ( pengalamanan dan pengetahuannya ).
Sedangkan kata publik dalam KBBI memiliki arti orang banyak ( umum ). Sehingga
secara harfiah kebijakan publik dapat diartikan sebagai suatu tindakan-tindakan
pengambilan keputusan yang didasarkan pada nilai kebaikan ( akal budi ) untuk
kepentingan orang banyak.
Untuk
lebih tepatnya, kita dapat menyandarkan pengertian kebijakan publik kepada
pendapat beberapa ahli sebagai berikut:
1. Anderson (Winarno, 2014:21) menyatakan bahwa
“kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh
seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu
persoalan”.
2. Thomas R. Dye dalam
(Winarno,2014:20) yang menyimpulkan bahwa “kebijakan publik adalah apapun yang
dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”.
Dari kedua pendapat
ahli di atas dapat di tarik garis benang merah bahwa kebijakan publik merupakan
suatu keputusan untuk melakukan sesuatu atau tidak terkait dengan suatu masalah
tertentu terkait dengan hajat orang banyak, berhubung kaitannya dengan orang
banyak atau publik maka yang memiliki wewenang tersebut adalah pemerintah yang
mana hal ini tercermin dari pendapat Thomas R. Dye. Sehingga dalam kajian
kebijakan publik selalu berkaitan dengan pemerintah. Berhubung keputusan
tersebut menyangkut hajat orang banyak, maka para aktor pembuat keputusan harus
mempertimbangkan beberapa hal agar hasilnya dapat memuaskan semua pihak atau
bahasanya ada proses yang harus dilalui sampai akhirnya ada keputusan final
terkait keputusan yang akan diambil. Hal-hal tersebutlah yang menjadi pokok
kajian kebijakan publik.
Dalam rangkaian proses kebijakan publik
terbagi dalam beberapa tahapan yang saling berkaitan. Hal tersebut tidak
terlepas dari banyaknya variabel-variabel yang perlu dikaji dan dipertimbangkan
menjadikan analisis kebijakan publik menjadi sautu proses yang komplek. Berikut
adalah tahap-tahap yang terjadi dalam analisis kebijakan publik (menurut
Islamy,2000:77):
1. Perumusan Masalah
Perumusan
masalah merupakan tahap awal dalam proses kebijakan publik. Pada tahap ini para
aktor pembuat keputusan ( decision maker )
berusaha menterjemahkan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat.
Terkait dengan masalah tersebut para aktor kebijakan harus mampu membedakan
mana yang merupakan masalah publik mana yang masalah privat ( bukan kepentingan
umum ). Karena kalo dasarnya hanya masalah, maka ketika saya ditolak ketika
ingin melamar seorang wanita itu juga dapat dikatakan masalah, tapi apakah
masalah pribadi saya tersebut perlu melibatkan pemerintah untuk mengatasinya?
Tentu hal tersebut terlalu berlebihan. Maka dari itu dalam tahap ini aktor
kebijakan harus benar-benar mampu merumuskan masalah dengan baik yang sifatnya
adalah publik. Salah satu contoh masalah publik yang masih sering terjadi di
Indonesia adalah terkait kesejahteraan, kesehatan, pendidikan yang belum
merata. Dan dari permasalahan tersebut pemerintah akhirnya mengambil kebijakan
berupa pemberian kartu KIS ( Kartu Indonesia Sehat ), KIP ( Kartu Indonesia
Pintar ) dan sebagainya untuk mengatasi masalah yang telah di rumuskan. Bahkan
ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa kegagalan kebijakan lebih sering
dikarenakan perumusan masalahnya yang kurang tepat dari pada gagalnya
alternatif kebijakan. Ini sama halnya dokter yang sedang mengobati pasiennya,
penyakit pasien tidak sembuh bukan karena obatnya yang tidak bagus, tapi karena
si dokter sudah salah menyimpulkan penyakit yang sedang diterita pasien
sehingga obat yang diberikanpun juga akan salah tidak sesuai dengan kebutuhan.
Oleh karena itu perumusan masalah menjadi penting karena berkaitan dengan
target kebijakan nantinya, apakah dapat mengatasi permasalahan yang ada, atau
justru memperparah masalah atau bahkan menimbulkan masalah baru.
2. Penyusunan Agenda
Munurut
Islamy (2000:83) adalah pilihan dan kecondongan perhatian pembuat kebijaksanaan
terhadap sejumlah kecil problema-problema umum itu menyebabkan timbulnya agenda
kebijaksanaan ( the policy agenda ).
Pendapat lain diungkapkan Winarno (2014:36) yang menyatakan pada tahap
penyusunan agenda ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali,
sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula
masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama. Dari dua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa tahap ini merupakan tahap penentuan prioritas
terkait masalah yang ingin dipecahkan terlebih dahulu berdasarkan beberapa
faktor. Hal ini sama saja ketika kita sudah berencana dengan teman-teman untuk
berlibur bersama, tapi tiba-tiba mendapat tugas dari tempat kerja untuk
mengikuti kegiatan kantor di waktu yang sama dengan rencana liburan. Bukankah
pada akhirnya kita harus menentukan prioritas mana yang akan kita dahulukan.
Hal tersebut juga terjadi pada saat penyusunan agenda kebijakan, para aktor
pembuat kebijakan harus mampu menganalisis lebih lanjut dari berbagai masalah
yang sudah didefinisikan dengan baik pada tahap perumusan masalah untuk
kemudian menentukan mana yang akan masuk pembahasan lebih lanjut ( agenda
kebijakan ). Terkait agenda kebijakan ada beberapa variabel yang menjadi faktor
masalah tersebut akan segera masuk agenda kebijakan atau tidak, salah satu
variabelnya adalah seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan jika masalah
tersebut tidak segera diatasi. Semakin besar dampak negatif yang akan
ditimbulkan maka akan semakin besar juga kemungkinan masalah tersebut masuk
dalam meja agenda kebijakan. Namun terlepas dari variabel formal tersebut
biasanya variabel politik masih menjadi faktor yang cukup dominan dalam
kebijakan politik. Yakni kebijakan didasarkan pada untung rugi dari yang sedang
berkuasa saat ini.
3. Perumusan Usulan Kebijakan
Islamy
(2000:92) mengartikan perumusan usulan kebijakan sebagai kegiatan menyusun dan
mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah.Ahli
lain menamakan tahapan ini sebagai perumusan alternatif kebijakan tapi dengan
inti kajian yang sama. Pada tahap ini para aktor pembuat kebijakan mengumpulkan
berbagai usulan atau alternaitf terkait solusi yang dapat diambil untuk menyelesaikan
masalah. Terkait perumusan usula kebijakan Islamy (2000:92) kemudian merincinya
kedalam beberapa tahapan juga yaitu: mengidentifikasi alternatif,
mendefinisikan dan merumuskan alternatif, menilai masing-masing alternatif yang
tersedia dan memilih alternatif yang “memuaskan” atau “paling memungkinkan
untuk dilakukan. Pada tahap ini aktor kebijakan harus mampu mengumpulkan
berbagai alternatif yang memungkinkan untuk memecahkan masalah yang sedang
dihadapi. Sampai disini mungkin kebijakan terlihat rumit, ya memang tidak
begitu berlebihan jika di katakan rumit. Pada tahap perumusan usalan ini
menurut saya pribadi penulis blog ini maka mendefinisikan dan merumuskan
alternatif menjadi sangat penting. Yaitu para aktor pembuat kebijakan harus
dapat menjelaskan runtutan tindakan yang akan dilakukan terkait kebijakan yang
akan di ambil, yang mana semakin jelas pendefinisaannya maka semakin bagus
alternatif tersebut. Analogi sederhananya adalah ada orang dari surabaya dari
jember ingin ke surabaya. Maka orang tersebut harus mampu membuat pilihan
alternatif dan definsinya. Semisal alternatifnya naik bus, maka orang tersebut
harus mampu menjelaskan dari Jember ke Surabaya itu naik bus langsung sekali
jalan, atau naik yang harus oper-oper di probolinggo, naik patas atau ekonomi.
Semakin jelas pendefinisian alternatif sampai nama bus yang akan di naiki sudah
dapat digambarkan sebelumnya maka semakin bagus alternatif itu bagi orang yang
ingin bepergian ke jember. Begitu juga dengan perumusan alternaif kebijakan,
semakin bagus pendefinisiannya maka akan semakin mempermudah dalam
menyeleksinya untuk nantinya menjadi prioritas kebijakan yang dianggap paling
efektif dan efisiean dalam memecahkan masalah.
4. Pengesahan Kebijakan
Islamy
(2000:98) menjelaskan bahwa dengan adanya pengesahan terhadap usulan kebijakan,
maka kebijakan tersebut sudah dapat dipaksakan untuk pelaksanaannya dan
bersifat mengikat bagi orang/pihak-pihak yang menjadi sasaran (objek) dari
kebijaksanaan. Pengesahan tersebut merupakan upaya untuk memberikan legalitas
atau kekuatan hukum bahwa inilah alternatif yang telah disepakati bersama untuk
memnyelesaikan masalah. Untuk di Indonesia terkait pengesahan kebijakan dapat
berupa undang-undang, peraturan presiden, keputusan mentri dan sebagainya. Contoh
sederhana dari kasus ini adalah dalam jual beli sepeda motor, apakah jual beli
cukup hanya dengan serah terima uang dan motor saja? Tentu tidakkan, kita pasti
juga memerlukan BPKB ( Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor ) dan STNK ( Surat
Tanda Nomor Kendaraan ) sebagai bukti kalo motor tersebut benar-benar miliki
kita yang berhak kita gunakan. Begitu juga dengan alternatif kebijakan yang
butuh legalitasnya sehingga perlu melalui proses pengesahan.
5. Pelaksanaan Kebijaksanaan
Riple
dan Franklin dalam Winarno (2014:148) yang menyimpulkan bahwa, “implementasi
(pelaksanaan) adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang
memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jnis
keluaran yang nyata (tangible output)”.Setelah alternatif kebijakan sudah
dipilih mana yang paling efektif dan efisien dan juga sudah melalui tahap
pengesahan, maka langkah selanjutnya yaitu pelaksanaan kebijakan. Kebijakan
yang sudah ditetapkan tentu perlu direalisasikan sesuai rencana yang sudah di
susun agar masalah yang ada dapat diatasi dan mencapai target yang dinginkan.
Tidak akan ada artinya alternatif kebijakan yang bagus jika tidak diterapkan.
Sama saja ketika kita sudah merencanakan liburan naik kereta bahkan sudah
membeli tikernya tipi tidak jadi berangkat, tentu menjadi kesia-siaan bukan.
Hal itu juga berlaku pada kebijakan publik.
6. Penilaian Kebijaksanaan
Islamy
(2000:112) menyebutkan bahwa “sebagai salah satu aktivitas fungsional,
penilaian kebijaksanaan tidak hanya dilakukan dengan mengikuti
aktivitas-aktivitas sebelumnya yaitu pengesahan dan pelaksanaan kebijaksanaan,
tetapi dapat terjadi pada seluruh aktivitas-aktivitas fungsional yang lain
dalam proses kebijaksanaan. Dengan demikian penilaian kebijaksanaan dapat mencakup
tentang: isi kebijaksanaan; pelaksanaan kebijaksanaan; dan dampak
kebijaksanaan”. Pendapat Islamy tersebut menggambarkan bahwa penilaian atau
evaluasi adalah proses yang menyeluruh untuk memastikan bahwa kebijakan sudah
berjalan dengan baik. Jika di telaah lebih lanjut memang banyak macam dari
penilaian ini, tapi pada bahasan ini cukup pengertian penilaian secara umum
saja, sisanya di bahas lain kali. Inti dari penilaian atau evaluasi kebijakan
adalah untuk memastikan apakah kebijakan sudah sesuai dengan yang direncanakan
sejak awal dan juga untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat
tercapainya tujuan kebijakan. Proses ini dapat kita lihat contohnya dari
seorang penjahit baju. Setiap penjahit ingin membuat baju pastinya dia akan
mengukur orang yang akan dibuatkan bajunya, mulai dari panjang lengannya,
panjang bajunya, lebarnya dan sebagainya.
Ini dilakukan dengan harapan bajunya nanti benar-benar muat dipakai sang
pemesan baju. Setelah di ukur barulah si penjahit memotong kain bahannya sesuai
dengan ukuran yang sudah dibuat sebelumnya untuk kemudian menjahitnya. Selama
proses memotong dan menjahit tersebut tentu si penjahit akan beberapa kali
memastikan ukuran yang dibuatnya apakah sudah sesuai dengan ukuran awal. Karena
kalo sampai kekecilan ataupun kebesaran tentu akan tidak nyaman dipakai oleh si
pemesan atau dapat dikatakan gagal produksi. Nah hal itulah yang juga terjadi
di proses penilaian kebijakan ini, para aktor pembuat kebijakan juga perlu
memastikan apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan yang direcanakan, apakah
hasilnya sudah sesuai.
Penjelasan
di atas merupakan gambaran singkat dari proses kebijakan publik. Tapi setelah
kebijakan memasuki tahap evaluasi bukan berarti siklus atau pembahasan akan
berhenti. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi. Jika setelah dilakukan
evaluasi secara menyeluruh dan hasilnya semua proses pelaksanaan dan outputnya
sudah sesuai dengan yang direncanakan di awal maka dapat dikatakan kebijakan
sudah dapat dihentikan atau tidak perlu pembahasan lebih lanjut. Tapi jika
hasil evaluasi menunjukkan bahwa hasil belum sesuai dengan yang rencanakan
sejak awal maka hasil itu nantinya akan menjadi umpan balik atau akan menjadi
input lagi di tahap perumusan masalah yang nantinya harus bersaing lagi dengan
masalah-masalah lainnya apakah akan mendapat perhatian khusus lagi atau tidak.
Maka dari itu proses kebijakan publik ini dapat di gambarkan sebagai sebuah
siklus atau daur hidup mahkluk hidup yang akan akan terus berputar. Terlebih
kebijakan publik berapa di ruang yang sangat dinamis yaitu masyarakat umum yang
setiap saat perubahan terus terjadi yang disertai timbulnya
permasalahan-permasalahan baru.
Sekian
penjelasan saya sekilas tentang kebijakan publik, semoga dapat membantu
teman-teman yang sedang menempuh studi kebijakan untuk memahaminya. Kekurangan
tentu ada pada tulisan ini, saran dan masukan teman-teman sangat di tunggu
sebagai bahan untuk memperbaiki tulisan ini.
Sumber
Referensi:
Islamy, M. I. 2000.Prinsip-prinsipPerumusanKebijakan
Negara. Jakarta: SinarGrafika.
Winarno, B.
2014.KebijakanPublik: Teori, Proses, danStudiKasus. Yogyakarta: Center
of Academic Publishing Service (CAPS).
0 Response to "MATERI KEBIJAKAN PUBLIK: Sekilas Tentang Tahapan-Tahapan Kebijakan Publik"
Post a Comment